SURABAYA - Di tengah lautan toga dan senyum bangga para wisudawan Universitas Dr. Soetomo Surabaya, sosok ini tampak berbeda. Berdiri tegap, mengenakan toga hitam dengan selempang kehormatan, terpancar kisah hidup yang dalam tentang perjuangan, ketekunan, dan pengabdian.
Eric Hermawan, pria asal Kamal, Bangkalan, Madura yang juga menjabat sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia periode 2024–2029, akhirnya resmi diwisuda sebagai Sarjana Ilmu Hukum.
Baca juga: Wamen HAM Mugiyanto Raih Gelar Magister di Unitomo, Teladan Akuntabilitas dan Komitmen Pendidikan
Kamal bukan kota. Hanya sebuah kecamatan yang masuk dalam teriori Kabupaten Bangkalan, di ujung Pulau Madura.
Eric yang tumbuh dan besar di kecamatan Kamal, Bangkalan, Madura, memulai mimpi dan cita-citanya. Daerah yang sekitar 25 tahun lalu masih belum sepenuhnya dialiri listrik, dan akses jalan yang belum memadai kala itu, yang saat musim hujan, lumpur menjadi teman perjalanan sehari-hari seorang Eri.
Di lingkungan seperti inilah Eric Hermawan tumbuh dari jalan gelap dan jalanan yang becek ketika berangkat ke sekolah dasar.
“Waktu kecil, listrik belum ada. Tapi semangat belajar tidak boleh padam. Kami tetap ngaji, tetap sekolah,” kata Eric mengenang masa kecilnya.
Singkat cerita, Eric akhirnya bisa menempuh pendidikan hingga jenjang kuliah. Namun itu bukan sesuatu yang mudah baginya. Keinging tahuannya yang besar membawanya aktif Senat Mahasiswa, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Nahdlatul Ulama (NU) sejak tahun 1995 selama kuliah.
Bahkan, butuh waktu enam tahun untuk menyelesaikan studi S1-nya. Namun di balik lamanya waktu, ia justru membangun pondasi penting.
Selama menjadi mahasiswa ia belajar membangun jaringan (network), memperkuat nilai, dan mengasah karakter kepemimpinan.
Baca juga: Kolaborasi PKM Unitomo-Untag Bantu Pengrajin Batik Bertahan dengan Inovasi Hijau
“Semua orang harus sekolah dan membangun jejaring. Dari situlah perubahan bisa terjadi perlahan,” ungkapnya.
Pasca lulus, seorang Eric memulai kariernya dari bawah. Eric bekerja selama lima tahun di perusahaan fotokopi, lalu meniti jalan menjadi Kepala Cabang di sebuah perusahaan internet di Bali. Di sana, ia bertanggung jawab atas infrastruktur jaringan.
Meski hidupnya semakin mapan, satu hal tak pernah hilang dari pria kelahiran 28 Oktober 1970 ini adalah hasrat untuk kembali, membangun, dan mengabdi. Ia percaya bahwa setiap anak desa berhak atas pendidikan dan akses teknologi yang layak. Maka ketika kesempatan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif muncul, ia tidak ragu. Dan, ia akhirnya memutuskan terjun ke dunia politik dan melenggang ke Senayan sebagai wakil rakyat.
“Saya tahu risikonya. Tapi, kalau tidak ada yang berani berkorban waktu dan tenaga, siapa lagi yang akan memperjuangkan mereka yang tertinggal,” tegasnya.
Kini Eric Hermawan menjadi satu dari sekian wakil rakyat yang memahami benar makna keterbatasan, dan berkomitmen untuk membawa suara-suara dari desa, dari sekolah-sekolah, dari anak-anak yang bermimpi besar tapi terhalang akses, seperti pengalaman masa kecilnya dulu.
Baca juga: UKM Sahabat Pustaka Unitomo Gelar Diskusi "Memahami Logika" di Rumah Literasi Digital Surabaya
Wisuda Sarjana Ilmu Hukum di Unitomo menjadi tonggak penting baginya. Bukan sebagai akhir, tapi awal babak baru. Gelar tersebut pun diharapkan bisa melengkapi kiprahnya sebagai legislator, memperkuat pijakannya dalam memperjuangkan kebijakan berbasis keadilan dan keberpihakan pada rakyat kecil.
“Kampus besar seperti Unitomo punya tanggung jawab besar mempertahankan mutu dan mencetak inovasi. Dari sinilah muncul pemimpin yang tidak lupa asal-usul dan terus mawas diri,” harapnya.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia masa jabatan 2024–2029 yang mewakili daerah pemilihan Jawa Timur XI dan Fraksi Partai Golongan Karya ini bukan hanya sekadar nama wakil rakyat di parlemen. Sosoknya, merupakan gambaran wajah Indonesia yang sesungguhnya. Berasal dari desa kecil, tumbuh dalam keterbatasan dengan tekad besar untuk mengubah keadaan. Ia juga hadir bukan untuk mencari kuasa, tapi untuk menjadi jembatan perubahan bagi banyak orang yang dulu hidup seperti dirinya.
“Saya hanya anak desa yang percaya bahwa mimpi bisa menjadi nyata, asal kita berani belajar, membangun jaringan, dan berkorban untuk sesuatu yang lebih besar,” tutupnya.
Editor : Amal Jaelani